22 Januari 2010

Hegemoni Penguasa (DEMOKRAT HEAVY)

Pasca pemilu 2009 usai, dapat kita saksikan bagaimana bangsa ini telah memilih. Baik memilih wakilnya sebagai legislatif, maupun memilih wakilnya sebagai Presiden (Exsekutiv). Pemilihan oleh rakyat adalah salah satu derivasi dari sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia tentang demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Suara mayoritas menjadi suara tuhan yang tak dapat dielakkan lagi legitimasinya. Sebagai konsekwensinya, yang mendapatkan suarua terbanyak adalah pemenang, dan langkah yang diambil oleh partai pemenang tersebutlah yang dipandang langkah terbaik bagi bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, partai Demokrat mendominasi pada pemilu 2009. Baik dalam pemilihan Legislatif, maupun didalam pemilihan eksekutif. Sebagai suatu konsekwensinya, bangsa ini di jajaran eksekutif maupun legislatif terhegemoni oleh parta Demokrat. Bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila kedepannya partai Demokrat akan menjadi rezim orde baru jilid II. Pada tulisan kali ini, penulis bukan ingin ber su’udzhon terhadap partai Demokrat, namun lebih kepada antisipasi (prefentif), agar kedepannya bangsa Indonesia tidak lagi terpuruk dijurang yang sama (rezim orde baru), diamana kekuasaan dijadikan alat untuk menguntungkan pribadi dan golongan semata.
Didalam Konstitusi bangsa indonesia dikatakan, usul perubahan atas UUD 1945 dapat di agendakan dalam sidang MPR apabila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari anggota MPR . Mengapa UUD memiliki banyak kekurangan? Karena pembuatan UUD/UU adalah proses politik. Semestinya ada suatu badan yang memiliki kewenangan yang dapat membuat Konstitusi lebih baik dan bersifat Visioner, agar UUD/UU yang pada dasarnya merupakan garda terdepan visi bangsa Indonesia tidak hanya menguntungkan beberapa pihak saja, melainkan mementingkan kepentingan bangsa Indonesia jauh kedepan, kemudian dilegitimasi oleh MPR karena kewenangannya menurut Konstitusi.
Ada 4 point yang seharusnya terkandung didalam suatu Konstitusi/UU, yaitu:
1. Isinya harus mengandung suatu Kondisi empirik,untuk apa kita membuat suatu UU apabila tidak cocok dengan kondisi empirik? Sekalipun kita bukan termasuk negara yang menganut paham UU sebagai Hukum primer.
2. Tidak boleh bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Tetapi wujudnya sebagai staat fundamental norm(falsafah itu). Harus ada didalam sistem Hukum kita
3. Kontitusi/UU yang dibuat harus bersifat progress, harus dapat melihat jauh kedepan.
4. Harus melindungi Hak asasi manusia
5. Harus memuat amanat keadilan

Demokrat Heavy
Pasca pemilu 2009, keadilan masih menjadi harapan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mimpi akan keadilan tersebut bagaikan sungai yang tak bermuara dan lautan yang tak bertepi. Kemenangan mutlak partai Demokrat menjadi sebuah catatan sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Baik legislatif, maupun eksekutif pada periode kali ini telah di Hegemoni oleh partai Demokrat. Lantas kita patut bertanya, apakah partai Demokrat dapat mengakomodir kepentingan rakyat yang bukan pendukung partai Demokrat? Apabila sebelum amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia dalam keadaan Eksekutif Heavy, dan pasca amandemen sebanyak empat kali bangsa Indonesia dalam keadaan Legislatif Heavy, namun dengan kemenangan mutlak partai demokrat, apakah bangsa Indonesia akan mengalami Demokrat Heavy?

Indonesia dan Demokrasi
Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia pada saat ini mengalami beberapa pergeseran yang sangat mendasar. Sistem Demokrasi yang sebenarnya sudah ada dan melekat pada bangsa Indonesia, yaitu musyawarah. Tetapi oleh orde baru diselewengkan menjadi musyawaraf mufakat, jadi mufakat dulu baru musyawarah, kalo perlu tidak usah musyawarah sekalian. Bukan suatu hal yang mustahil apabila dengan meng-hegemoni-nya partai Demokrat didalam kepemimpinan bangsa Indonesia kedepan, bangsa Indonesia dapat saja mengulang sejarah kejayaan orde baru, dan mewujudkan orde baru jilid II. Karena, syarat tentang kekuasaan atau masa jabatan Presiden Indonesia seperti yang ada di Konstitusi bangsa Indonesia hanyalah lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Bukan hal yang tidak mungkin terjadi, Hegemoni partai Demokrat didalam legislatif dapat saja mengajukan suatu perubahan atas UUD 1945, atau amandemen UUD 1945. Mengingat syarat didalam Konstitusi yang mengatakan usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan sekurang-kurangnya oleh 1/3 dari jumlah anggota majelis atau +175 Anggota DPR (apabila jumlah anggota DPR 550 orang), dan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang majelis Permusyawaratan rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 atau +366(apabila jumlah anggota DPR 550 orang) dari jumlah anggota MPR , serta putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya limapuluh persen plus satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat .

Hukum Itu Progress
Bila kita menelaah lebih mendalam lagi, ada hal yang dapat kita katakan sebagai suatu kecelakaan ganda. Berdasarkan syarat diatas dan didukung keputusan bahwasanya negara Indonesia adalah negara Hukum yang dimana Hukum diartikan sebagai suatu aturan tertulis, maka lengkaplah sudah segala persyaratan untuk mengembalikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang akan dikuasai oleh satu golongan saja. Bisa saja dikatakan bahwasanya ini adalah suatu kecemasan yang berlebihan, namun perlu kita ingat baik-baik, paradigma dari hukum kita adalah Rule Of Law dan bukan Rule Of Morality ataupun Rule Of pancasila yang merupakan semangat dasar bangsa Indonesia , jadi Hukum itu akan berjalan apabila sudah ada aturan Hukumnya terlebih dahulu, dan Hukum tertulis adalah hukum tuhan yang seharusnya diterapkan. Inilah paham positifistik yang akhir-akhir ini akan membinasakan bangsa Indonesia.

DPR itu wakil Rakyat,
Tentunya, segala macam upaya haruslah kita tempuh untuk mengatasi segala macam keterpurukan bangsa ini. Namun, perlu kita ingat kembali sebagai seorang rakyat, DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat ialah lembaga legislatif yang harus dapat mengakomodir suara warganya, dan bukan hanya suara golongannya saja. Didalam melaksanakan tugasnya, DPR juga harus mampu mengawasi jalannya pemerintahan, tidak hanya pada setelah suatu kegiatan itu selesai, namun juga pengawasan terhadap rancangan sebelum kegiatan itu dilaksanakan .
Melekatnya kewenangan tersebut sebenarnya menjadi ekspektasi bagi rakyat Indonesia terhadap wakil nya di DPR untuk mengawasi jalannya Pemerintahan, namun cukup mengenaskan, ternyata tidak ada pengaturan yang lebih lanjut mengenai pertanggung jawaban wakil rakyat terhadap rakyatnya, dalam artian apapun yang dilakukan oleh wakil rakyat baik itu dalam hak angket sekalipun, dewan perwakilan rakyat tidak ada pertanggung jawaban secara khusus kepada rakyat Indonesia, dan ini yang sering menyebabkan hak angket yang notabennya adalah hak yang mengakomodir suara rakyat untuk mengatasi permasalahan bangsa Indonesia yang dimiliki oleh DPR, sering kali kandas ditengah jalan bagaikan macan yang ompong.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar