22 Januari 2010

Nasib Bantuan Hukum Indonesia

A. Hukum di Indonesia: Harapan dan Realita
Indonesia belum sepenuhnya menyelesaikan proses Demokrasi. Dampak dari krisis finansial yang akhirnya menjadi krisis multidimensional masih terasa hingga saat ini. Kendati harus diakui, krisis pada akhir tahun 90-an menjadi salah satu faktor penting yang mendorong terjadinya “perubahan” karakter kekuasaan dari kekuasaan yang otoriter menjadi kekuasaan Deokratis, dan juga mendorong reformasi di bidang lainya, meskipun Demokrasi subtantif masih jauh.
Sebagai bangsa yang telah merdeka + selama setengah abad, indonesia memutuskan untuk menjadi negara Hukum, keputusan ini tercermin didalam Konstitusi bangsa Indonesia, yang mengatakan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara Hukum ”. Tentunya dengan pilihan tersebut berkonsekwensi bahwa, segala sesuatu yang dilakukan oleh bangsa Indonesia ialah harus berdasarkan Hukum yang ada. Artinya, apabila sesuatu yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dan itu diluar aturan Hukum yang ada maka dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum.
Hukum yang ada di Indonesia dari lahir hingga tulisan ini dibuat, masih saja mengharapkan yang namanya keadilan. Harapan akan keadilan bukanlah suatu hal yang aneh lagi dimata rakyat Indonesia. Lantas menimbulkan suatu pertanyaan baru, mengapa Keadilan tak kunjung tegak setelah + setengah abad bangsa ini merdeka? Sebagai suatu bangsa yang merdeka, sudah sepatutnya bangsa Indonesia juga memiliki Hukum yang merdeka layaknya Amerika berfikir merdeka. Ada pepatah yang mengatakan, “janganlah takut bermimpi, karena hari tak selamanya malam” apabila kita menggunakan kata pepatah tersebut, maka kitapun akan terus bertanya lagi lebih dalam, mengapa keadilan tidak kunjung siang?
Melihat suatu realita sosial, bukan hal yang mengherankan lagi apabila kita masih melihat disana-sini rakyat masih banyak yang kelaparan, bahkan yang mengenaskan lagi ialah mati akibat busung lapar. Didalam konstitusi bangsa Indonesia atau UUD 1945, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Kemiskinan akan terus terjadi, dan anak terlantar akan terus bertambah apabila tafsir dari Konstitusi tersebut menjadi “negara tetap memelihara anak terlantar dan orang miskin”, jadi kemiskinan dan anak terlantar bahkan yang mati kelaparanpun akan terus bertambah apabila di tafsirkan seperti ini.
Bangsa ini tidak akan pernah dapat mewujudkan mimpinya didalam mewujudkan keadilan yang se-adil-adil-nya apabila Rule Of law selalu mengalahkan Rule Of Moral dan Rule Of Pancasila. Pada dasarnya semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi kebenaran mutlak tidak mungkin dimiliki oleh manusia, karena yang benar hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif, dan pemikiran yang mengklaim sebagai kebenaran secara mutlak dan yang lainya itu salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan ke-Tuhan-an.

B. Pelacuran Peradilan Indonesia
Betapa memalukannya wajah Hukum bangsa Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi dalam sidang kasus permohonan uji materil kasus Bibit Salmet Rianto dan Chandra M. Hamzah, dimana MK memutuskan untuk memutar rekaman hasil sadapan yang dimiliki KPK. Tanpa disadari oleh aparat penegak Hukum bangsa ini, yang lebih memalukan lagi adalah terbukti betapa murahnya Harga diri aparat penegak Hukum bangsa ini. Kasus ini sangatlah mencerminkan bukti kuat bahwasanya, sudah sedikit PSK (Pekerja Seks Komersial)/Pelacur yang ditangkap aparat penegak Hukum Indonesia oleh karena para PSK/Pelacur tersebut telah pindah tempat dan melacurkan diri di Pengadilan, yang biasa disebut dengan Mafia peradilan.
Jika kita menelaah lebih dalam, apa bedanya PSK/pelacur di pinggir jalan dengan pelacur di pengadilan? Mereka sama-sama mencari nafkah, sama-sama menjual diri, dan sama-sama merusak moral bangsa Indonesia. Hal yang membedakan mereka berdua hanyalah tempat mereka menjual diri dan harga jual diri mereka. Ada yang di pinggir jalan, ada pula yang di pengadilan, dan tarifnya juga berbeda, mengingat tingkat kepuasaan yang didapatkan juga berbeda, yang menjual diri di pengadilan mempunyai efek puas yang lebih lama dibandingkan yang di pinggir jalan. Tentunya juga ini membuktikan, bahwasanya kelebihan didalam kemampuan ekonomi finansial ternyata banyak artinya untuk dapat mengongkosi kemenangan Hukum.
Dapat kita pastikan melalui kaca mata awam, bahwa kasus pembongkaran tersebut hanyalah kasus kecil dari kasus yang sebenarnya, mengingat nama RI 1pun tercatut didalam rekaman tersebut. Kecil harapan bangsa ini untuk mewujudkan keadilan yang selalu saja menjadi mimpi bagaikan suangai yang tak bermuara, dan lautan yang tak bertepi. Layaknya malam yang tak kunjung terang, rakyat indonesia harus segera diselamatkan dari pada upaya penjualan bangsa ini. Satu pesan Presiden pertama bangsa Indonesia yang takan pernah boleh dilupakan, “wahai saudaraku, tugsaku amatlah mudah karena hanya melawan para penjajah dari bangsa ini, namun tugas kalian sangatlah sulit karena harus melawan saudara kalian sendiri”

C. Peran Penting Lembaga Bantuan Hukum
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang bernaung dibawah YLBHI, sejak lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai lembaga yang memberikan bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat untuk memperoleh akses keadilan. Salah satu upaya untuk membantu masyarakat didalam menggapai keadilan telah dilakukan YLBHI-LBH selama ini. Upaya tersebut dilakukan dengan beragam cara, yang pada pokoknya dapat diklasifikasikan Litigasi dan non-Litigasi. Aktivitas Litigasi merupakan pendampingan klien dan konstituen LBH dalam proses pengadilan, sementara aktivitas non-Litigasi merupakan pendampingan diluar proses beracara.
Bagi beberapa LBH, Kemiskinan hingga saat ini masih menjadi suatu problem bagi bangsa Indonesia. Setelah setengah abad lebih bangsa ini merdeka, bangsa ini belum mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya. Permasalahan menjadi semakin serius ketika kaum yang termarjinalkan ini (orang miskin) juga tidak mendapatkan hak-haknya dimata keadilan (Hukum). Dalam beberapa kasus dapat kita lihat, betapa keadilan itu benar-benar hanya dongeng di bangsa ini. Betapa tidak, akhir-akhir ini dapat kita lihat beberapa kasus Hukum (pencurian) seperti pencurian buah semangka, kasus ini telah menjadi buah bibir masyarakat indonesia. Selain menjadi buah bibir, kasus tersebut menjadi bukti terbalik atas asas equality before the law(setiap orang sama kedudukanya dihadapan Hukum). Menjadi sebuah kebaikan tersendiri andaikata asas itu bisa menjadi lebih jujur terhadap suatu realita menjadi, Setiap orang berbeda kedudukanya dihadapan Hukum.
Melihat realita tersebut, sudah semestinya LBH menjadi garda terdepan didalam melakukan advokasi bagi seluruh kaum yang termarjinalkan tersebut. Lembaga Bantuan Hukum sejak dilahirkan memiliki ideologi keadilan, dimana selalu akan memberikan suatu Advokasi atas suatu ketimpangan sosial yang terjadi dimasyarakatm khususunya ketimpangan didalam permasalahan Hukum. Lembaga Bantuan Hukum memiliki peran sentral didalam progress menggapai keadilan di Indonesia.
Tidak jarang kita melihat suatu Advokasi yang diberikan oleh beberapa Advokat dapat dikatakan sebagai Advokasi tidak Cuma-Cuma (ada tarifnya). Ini memang tidaka salah dilakukan oleh advokat, namun betapa menyedihkan apabila terjadi suatu ketidakadilan dimasyarakat yang telah menindas rakyat didalam permasalahan Hukum, para advokat masih mengutamakan hal-hal yang bersifat material. Tentunya apabila ini terjadi sudah semestinya pengadilan itu dibubarkan saja. Betapa tidak pengadilan yang notabenya adalah tempat meraih keadilan telah bergeser peran dan fungsinya yang tidak berbeda dengan warung makan.
Permasalahan tersebut tentunya harus menjadi sorotan tersendiri bagi LBH yang notabennya masih memiliki dan memegang teguh ideologi keadilan. Realita tersebut tentunya selain menjadi sorotan juga harus menjadi agenda perlawanan bagi Lembaga bantuan Hukum. Perlawanan terhadap suatu realita keadilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara atau beberapa jalur, yang diantaranya adalah :

1. Jalur Litigasi
Jalur Litigasi ialah jalur dimana para anggota LBH harus memiliki keterampilan didalam proses beracara di pengadilan. Didalam jalur ini, seorang anggota LBH selain harus paham tentang proses beracara dipengadilan, ia juga haru memiliki izin keadvokatan. Didalam beracara, anggota LBH layaknya sebagai seorang Kuasa Hukum atau advokat yang menjadi pendamping atau kuasa Hukum selama peradilan berlangsung. Advokasi secara Litigasi ini telah lama dilakukan oleh LBH dan para anggotanya, bahkan hampir di seluruh LBH di Indonesia, karena ini merupakan salah satu bentuk Advokasi yang dapat dikatakan efektif didalam memenuhi rasa keadilan bagi kaum tertindas.
Pada dasarnya Advokat diwajibkan memberikan bantuan Hukum bagi orang yang tidak mampu atau korban ketidak adilan. Adakalanya mereka yang tidak mengerti sering kali tunduk dan patuh atas kemauan advokat, serta banyaknya advokat yang nakal, baik terhadap kuasa Hukumnya atau aparat penegak Hukum yang lain. Inilah mengapa kedudukan advokat dari LBH sangat penting, karena tidak semua Advokat memiliki ideologi keadilan . Tentunya menjadi sebuah ekspektasi publik tentang peran penting LBH bagi masyarakat Indonesia.

2. Jalur Non-Litigasi
a. Penyuluhan Hukum
Selain melakukan jalur Litigasi, yaitu berupa pembelaan didalam proses beracara, LBH juga dapat melakuka beberapa jalur Non-Litigasi, yang diantaranya ialah penyuluhan Hukum. Penyuluhan Hukum dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja juga bagi siapa saja, namun yang sering menjadi pilihan, penyuluhan hukum dilakukan oleh para anggota LBH kemasyarakat kecil yang notabenya tidak memahami atau sama sekali tidak paham akan aroma dan rasa dari yang namanya Hukum di Indonesia. Penyuluhan hukum dapat juga dikatakan sebagai proses Transformasi Of Knowlagde. Selain itu, penyuluhan hukum juga bisa dijadikan sarana sebagai Transformasi Of Value. Peran LBH didalam melakukan penyuluhan ini sangatlah penting, karena penyuluhan Hukum sangatlah bermanfaat akan pengetahuan masyarakat tentang Hukum dan tujuan dari bangsa Indonesia ber-hukum.

b. Konsultasi Hukum
Didalam melakukan segala aktivitas advokasi, LBH beserta dengan seluruh anggotanya juga melakukan Sharing Hukum, atau konsultasi permasalahan hukum dari masyarakat. Namun perlu di ingat, Konsultasi yang dilakukan oleh LBH ini adalah Konsultasi yang pada umumnya Cuma-Cuma (gratis). Agar sesuai dengan ideologi perjuangannya didalam pelayanan Konsultasi ini, Konsultan hukum atau anggota LBH harus tetap profesional meskipun ini adalah Cuma-Cuma. Pelayanan Konsultasi bagi masyarakat ini selama + 30th LBH berdiri cukup memberikan kontribusi bagus bagi keadilan dimasyarakat.
Penerimaan Konsultasi oleh LBH merupakan salah satu bagian dari advokasi yang dilakukan oleh LBH di bagian non-Litigasi. Pelayanan Konsultasi ini pada biasanya dilakukan oleh anggota LBh yang mumpuni dibidang Konsultasi tersebut, misalnya konsultasi terkait perdagangan, lingkungan, dll. Konsultasi-konsultasi yang dilakukan acapkali bersinggungan langsung dengan realita problem yang terjadi, dan bukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis.

c. Diskusi Publik
Pada dasarnya banyak upaya yang dapat dilakukan didalam melakukan Advokasi yang bersifat non-Litigasi, salah satu upaya tersebut juga bisa dilakukan dengan Diskusi Publik. Diskusi publik berfungsi untuk melakukan kajian kritis terhadap suatu problematika Hukum yang terjadi dimasyarakat, dimana kalian ini nantinya akan memberikan atau melahirkan gagasan baru tentang suatu realita Hukum. Diskusi ini juga berfungsi untuk melakukan suatu advokasi, dimana arahan dari diskusi ini lebih ditujukan kepada kajian empiris permasalahan hukum yang terjadi, dan menyadarkan kepada perserta dan seluruh kalangan bahwa problem atau permasalahan tersebut memang seharusnya diberikan suatu advokasi.
Advokasi yang dilakukan pasca diskusi publik ini hrapanya nantinya tidak hanya datang dari LBH, melainkan juga beberapa kalangan yang notabenya adalah pejuanga keadilan di bangsa Indonesia ini. Contoh saja kasus penambangan pasir desa Kulon progo, beberapa kali permasalahan ini menjadi suatu sorotan yang hangat dimata masyarakat, dan diangkat menjadi tema yang cukup istimewa didalam beberapa kajian di berbagai kalangan. Pasca kajian tersebut mulailah bermunculan beberapa advokasi yang notabennya bukan hanya dari LBH saja, bahkan sampai aktivis gerakan yang ada.

D. Mahasiswa dan Keadilan Indonesia
Sebagai seorang mahasiswa yang juga mencari keadilan dan terus ingin menggali ilmu tentang keadilan, tidak ada salahnya apabila gagasan didalam makalah ini ditambahkan tentang mahasiswa. Pada dasarnya mahasiswa juga memiliki peran penting didalam melakukan advokasi yang sifatnya non-Litigasi. Advokasi yang dilakukan oleh mahasiswa bisa berupa Aksi demonstrasi dan berbagai macam aksi lainnya. Namun yang lumrah dan biasanya pasti dilakukan apabila terjadi suatu ketidak adilan adalah aksi berdemonstrasi. Didalam melakukan aksi demonstrasi mahasiswa acapkali menuntut suatu tuntutan yang didalam tuntutan tersebut ada yang namanya keberpihakan terhadap kaum termarjinalkan.
Mahasiswa sering kali ditempatkan pada posisi yang idealis. Tentunya dengan paradigma tersebut mahasiswa seharusnya memberikan bukti, bahwasanya idealisme yang mereka anut bukanlah idealisme yang bertentangan dengan nurani keadilan, melainkan sejalan dengan nilai keadilan di masyarakat. Dari beberapa kajian diatas, pada dasarnya sebagian besar sudah dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa, yang diantaranya ialah Diskusi publik, Konsultasi Hukum, penyuluhan Hukum, dll. Namun dengan buruknya sistem yang ada keberadaan mahasiswa Hukum makin dikesampingkan dalam peranananya dimasyarakat. Selain dari sistem namun tetap saja ada juga yang memang mahasiswanya tersebut hanyalah mahasiswa Kupu-Kupu (Kuliah Pulang-Kuliah pulang) saja aktivitasnya, sehingga sangatlah minim rasa Sosial Empty.
Mestinya bagi mahasiswa yang sudah berada di akhir masa studinya ia dapatlah secara langsung terjun kelapangan dunia Hukum, yang salah satunya adalah beraktifitas di LBH atau memberikan bantuan serta pendidikan Hukum kepada masyarakat. Namun sangat menyedihkan, bagi mahasiswa Hukum saat ini masih saja berlaku program KKN yang tidak begitu besar efektifitasnya apabila di bandingkan jika ia aktiv melakukan advokasi di masyarakat. Dalam rangka pembangunan serta pendidikan sosial empty sudah semestinya mahasiswa menjadi garda terdepan didalam melakukan advokasi terhadap kaum yang termarjinalkan. Sudah selayaknya gagasan akan advokasi dari mahasiswa ini menjadi suatu gagasan yang cukup mendapatkan perhatian dari beberapa Universitas serta mahasiswa hukum sendiri melalui organisasi atau lembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya.

E. Mimpi Yang Tak Sempurna
Ekspektasi rakyat Indonesia sangatlah besar atas terwujudnya segala impian bangsa indonesia sebagaimana yang telah tercantum didalam pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan, Keadilan, serta Kemaslahatan saat ini masih sangatlah jauh bagaikan pluto dan bumi. Pemenuhan akan keadilan saat ini menjadi hal yang cukup menjadi sorotan publik. Pelbagai kasus terkait ketidakadilan yang terjadi di bangsa ini dikarenakan bangsa ini lebih menutamakan Exclusionary Rules, atau keadilan birokrasi/prosedural lebih utama dibandingkan dengan keadilan substansial.
Kekalahan didalam memenangkan Supremasi Hukum disebabkan beberapa hal, yang diantaranya adalah masih tercerai-berainya kekuatan Hukum progresif. Belum disadarinya kekuatan-kekuatan Hukum progresif itu membutuhkan satu platform yang akan membangun sinergi dan amat menguntungkan usaha yang ingin mereka lakukan. Saling bergandengan tangan dalam ide, aksi, dukungan, akan memperbesar peluang untuk dimenangkannya hukum Progresif tersebut.
Lembaga Bantuan Hukum dan Mahasiswa, sudah semestinya menjadi satu kekuatan terhadap penindasan yang dilakukan oleh status quo, karena bagaimanapun juga perzinaan yang terjadi antara eksekutif, legislatif dan yudikatif telah melahirkan anak haram yang telah menindas seluruh rakyat indonesia, yang namanya Korupsi. Tentunya perang akan ketidak adilan tersebut harus terdukung dari seluruh kekuatan Hukum Progresif di bangsa Indonesia dan tidak dapat hanya dilakukan oleh LBH dan Mahasiswa saja.
Inilah yang menjadi sebab dasar mimpi yang tak sempurna tersebut. Keberadaan LBH sebagai sebuah lemabaga Independeng yang memiliki ideologi keadilan kurang mendapat dukungan dari beberapa kekuatan lain yang diantaranya ialah Mahasiswa. Perlunya penyatuan kekuatan antara LBH dan Mahasiswa sebagai primordial didalam melakukan perlawanan terhadap status quo.
Bantuan Hukum yang ada di Indonesia memang sudah lama lahir (sekitar 39 th), namun tetap saja keadilan itu masih bagaikan suangai yang tak bermuara dan bidadari yang merindukan pelangi dimalam hari. Ini membuktikan bahwasanya keadilan itu bukanlah perang yang hanya dilakukan oleh LBH didalam menegakan keadilan di ibu pertiwi ini, melainkan membutuhkan peran lain dari stake holder lain diluar LBH itu sendiri. LBH dengan ideologinya juga memiliki mimpi terhadap keadilan, dan mimpi tersebut masihlah belum sempurna. Semoga dengan bersatunya stake holder pejuang hukum progresif, kelak keadilan itu ada layaknya seperti udara yang selalu kita butuhkan, dan seperti air yang selalu menyejukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar