21 Oktober 2011

Sebatas CeriTa

Setibanya aku dirumah nenek ku (nenek ku telah meninggal sejak tahun 2001, namun rumahnya digunakan oleh tanteku). Rumah tampak ramai, hampir seluruh keluarga besar mamahku ada di sana. Tidak tampak sedikitpun kesedihan di wajah meraka. Setelah mengucapkan salam akupun menemui mereka satu persatu, mencium seluruh tangan tante dan om ku sambil penuh tanda tanya. Rasa penasaran ku sedikit terobati karena aku sama sekali tidak melihat kesedihan di wajah mereka samua. Aku pun bertanya “mamah mana?” salah satu dari tante ku yang biasa aku sapa denga Ibu Iyam pun menjawab “itu ada di kamar ibu”. Tanpa banyak cakap akupun masuk ke kemar di dahului dengan melihat wajah paman dan tante ku. Kusadari, ada suatu doa dalam tatapan mereka terhadap ku sebelum aku masuk kamar menemui mamah.
“Assalaammualaikum” sambil mengetuk pintu akupun masuk ke kamar. Dengan senyumnya yang khas mamah menyambut kedatanganku sambil mengucapkan “alhamdulillah anak mamah sudah jadi sarjana” senyum itu pun terpancar sangat indah dari wajah mamahku. Aku tidak merasakan hal yang aneh atau perasaan lain selain rasa syukur karena telah berhasil membuat mamahku bangga sambil mengingat masa kecilku yang selalu membuatnya marah. Dengan setengah berlari akupun mendekati mamahku serta mencium tangan dan kedua pipinya. Inilah awal dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terpendam dalam benakku.
“mamah kok kurus banget? Gak di kasih makan sama ayah? Atau kurang duit buat jajan?” dengan gaya kesombonganku dengan mengeluarkan beberapa lembar uang sambil bercanda terhadap mamah, mamah hanya membalasnya dengan senyum, senyum manies yang ia punya. Kuperhatikan mamahku seutuhnya, dalam hati kuberkata “ada yang aneh dengan mamah”. Tubuhnya sangat kurus, jauh dari terakhir kali bertemu. Dibelakangku tante dan om kupun melihat aku dan mamahku. Seperti tadi, tatapan mereka seperti menyimpan doa. Akupun mencoba mengendalikan suasana sambil meledek kepada mamah “kok badan mamah jadi tinggal kulit sama kentut doank?” hahahaha,... sambil tertawa mamah, om serta tante ku keluar meninggalkan kamar, akupun tertawa dengan penuh tanda tanya, ada apa ini?
Tidak lama berselang masuklah adik ku Chairunnisa atau yg akrab d sapa denga enis. “nis, mamah kenapa? Kok kurus banget begitu?” aku bertanya dengan penuh rasa cemas. Enis pun menjawab dengan nada pelan “kaka aid, mamah kena KANKER USUS”. Ucapan bernada pelan itupun seolah-olah menjadi sabetan pedang yang tajam menusuk tepat di jantungku. Akupun terdiam seketika. “nis kalo bercanda jangan keterlaluan” sambil mengobati rasa sakit yang menusuk jantung dan hatiku. “emang siapa yang bercanda?”. Adik terakhir dari mamahku pun yang akrab aku sapa dengan Cici masuk menemui aku. Seolah ingin membantu adik ku menjawab, tanpa banyak bicara tante qw mengajak kekamarnya dan mengeluarkan data2 Rumah sakit RSPAD Gatot Subroto.
Dari sekian banyak data yang akupun tidak mengerti apa artinya karena bukan bahasa jawa, arab, inggris, ataupun bahasa betawi. Tetapi bahasa kedokteran yang seringkali membuat pembacanya kesulitan untuk membaca tulisannya. “ini foto kanker mamah”. Kalimat tersebut seperti pedang berikutnya yang meluluh lantahkan seluruh hati dan jantungku. Yang lebih menyakitkan lagi ialah pedang itu secara perlahan membelah kepala qw setelah tante qw menjelaskan hasil yang berikutnya, “mamah kena KANKER di 4 tempat Usus, Hati, Ginjal dan paru-paru” air mata cicipun mengalir secara perlahan secara perlahan membasahi foto2 yg mengerikan dari Kanker yg di alami mamah.
Aku tidak tidak bisa mengkonsolidasikan masa, lalu berdedemonstrasi dan memprotes Allah atas apa yg telah di alami mamah. Akupun bingung untuk berbuat apa. Dengan jiwa yang terpaksa tegar aku harus mendengar beberapa wasiat mamah yang disampaikan kepada cici. Tanpa sepatah katapun, perlahan aku beranjak dari kamar cici untuk keluar. Masih dengan jiwa yang terpaksa tegar, aku menemui mamah dan memulai suatu obrolan. Tentu bukan obrolan tentang penyakit yang ia derita, hanya obrolan ringan menganai masa depan ku. Seketika itu juga kubuat keputusan untuk mengundurkan diri dari tempat yang sudah menafkahi qw selama setahun terakhir.
Sambil kutatapi wajah mamah yang sudah tak seperti dulu lagi, akupun memulai dengan candaan-candaan dan joki seperti biasa kami bercanda dan bergurau. Mamah pun tertawa sebagaimana biasa. Aku sangatlah dekat dengan mamah. Bagi beberapa suku di indonesia kebiasaan orang betawi yang suka bercanda dan berguaru dengan orang tua dipandang tidak soapan. Sayang sekali, pandangan peninggalan feodalisme itupun tidak berlaku bagi orang betawi. Jangan menggunakan adat atau sopan santun daerah lain untuk menilai perilaku atau kebiasaan adat yang lainnya, karena ini akan menimbulkan perpecahan dan mengundang permusuhan. Tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk, karena kita berbeda. Jadi, belajarlah untuk mengHargai perbedaan.
Tepat pukul stengah 5 sore, sebuah mobil DATSUN parkir di halaman rumah bu Iyam. Mobil tua keluaran tahun 1975 yang tetap nyaman di gunakan oleh keluargaku hingga saat ini. Walaupun di pandang mobil tua, aku melarang ayah ku untuk menjualnya, karena bagiku sesuatu yg istimewa ialah sesuatu yang tidak bisa kita samakan dengan yang lainya, tidak terkecuali cinta yang kita miliki. Baik cinta kepada allah, rasul, keluarga, ataupun kekasih yang mewarnai hati kita dalam menempuh hidup. Dengan baju koko krem dan celana coklat agak kehitaman ayah turun dari mobil dan mulai masuk kerumah. Stelah mengucap salam ayah pun berbasa-basi dengan semua yang ada di ruang tamu. Kebetulan waktu itu kk dari ayah dan juga keponakannya sedang menjenguk mamah. Basa basi beberapa detik itu kupandang selesai langsung ku tarik tangan ayah. Dengan berkamuflase mencium tangan ayah, aku menarik ayah keruang sebelah ruang tamu.
“ayah! Kenapa ayah gak bilang sama aid kalo mamah kena KANKER?”
“bukannya ayah gak mau bilang sama aid, tapi mamah minta agar aid fokus dulu menghadapi Pendadaran. Mamah gak ingin aid gagal dalam pendadaran”. Hatiku pun kembali luluh. Seorang ibu yang sudah susah payah menghamili aku selama 9 bulan, melahirkanku dengan pertaruhan nyawa, menyusuiku dan membesarkanku tanpa perhitungan, di saat beliau sedang mengalami penyakit yang mematikanpun masih sempat memikirkan kesuksesan ku meraih gelar sarjana hukum. Seandainya aq ingat cara menangis, tidak mungkin hanya setetes yang akan ku keluarkan.
Akupun teringat pada kisah seorang sahabat yang bertanya kepada rasul. “ya rasul siapakah orang yang harus kita hargai/hormati dalam hidup ini?” Nabi besar Muhammad Rasulullah SAW menjawab “hargai/hormatilah ibu kalian. Rasulullah mengucapkan ibu sebanyak 3 kali dan yang ke 4 baru hargai/hormatilah ayahmu (hanya 1x)” sampai pada akhirnya aku sadari dalam logika qw, Rasulullah menjawab ibu sebanyak 3 kali ialah untuk mencerminkan penghormatan terhadap pengorbanan seorang ibu sebanyak 3 frase (hamil, melahirkan, dan menyusui). Sedangkan ayah hanya disebut satu kali karena tugas ayah hanyalah 1 (melindungi seluruh keluarganya dari siksa api neraka).
“sekarang aid udah tahu, sebagai seorang anak sudah saat nya aid mengabdi sama mamah, kita hanya bisa berharap dan berdoa smoga mamah cepet sembuh, tapi aid harus ingat umur itu allah yang punya”. Kalimat terakhir yang terucap dari ayahpun seolah2 menjadi akhir percakapan kami. Waktu menunjukan sudah hampir maghrib yang artinya waktu berbuka puasa sudah hampir tiba. Kumandang adzan maghrib mengizinkan segelas es menjadi obat dahaga atas kejadian yang aku alami sehari ini. Sama sekali diluar pikiran ku. 1 malam sebelum pulang ke jakarta aq sempatkan ngopi dan ngobrol bareng dengan Ruwi dan Angga, merekalah kawan akrab ku di HMI. Masing2 dari kita adalah ketua bidang di HMI cabang Yogyakarta. satu hari sebelum hari ini, tepatnya saat kita ngopi dan membahas nasib bangsa di iringi canda tawa ala remaja, tidak sedikitpun aku terpikir akan mengalami hari seperti hari ini. Hari di mana aku merasa tidak kuat lagi untuk menerima kenyataan yang jauh dari akal sehatku.
Mulai hari itu aktivitasku hanya melayani seluruh permintaan mamah. Membelikan makan, jajanan yang ia inginkan, membeliknannya obat (sekalipun ke daerah jakarta pusat )mengantarkanya kerumah sakit, menjaganya di rumah sakit, mendorong kursi roda nye kemanapun ia inginkan. Dalam segala aktivitas itu kami mencoba membeicarakan beberapa hal terkait masa depan, dan seringkali mamah curhat tentang masa lalunya. Baik itu yang pahit, sampai yang manies. Semasa kecil allah menganugerahkan mamah kecerdasan yang luar biasa, ia masuk sekolah tanpa harus menginjakan kaki di TK ataupun kelas 1 dan 2 SD. Sang guru bilang kepada almarhum kakek ku “anak pak haji bisa langsung kelas 4, karena sudah pinter”. Namun kakek menolak dan memasukan mamah langsung di kelas 3 SD. Sejak SD inilah Allah juga menganugerahkan kepada mamah kecerdasan menacri uang.
Wajah mamah sangat gembira ketika mengenang masa kecilnya, sambil bercerita kepadaku tentang masa kecilnya. Hal yang sangat berkesan ialah dia harus menitip julan kue sebelum berangkat ke sekolah. Setelah sekolah sambil jaga warung mamah merajut benang. Dengan senyum yang khas mamah mengatakan “aid tau mamah bisa bantu jida (nenek) ku dalam hal perekonomian dari hasil rajutan?” mamah menutup pertanyaannya dengan senyum. Taman yang indah di rumah sakit RSPAD pun menjadi saksi betapa mengharukannya cerita masa kecil mamah. Akupun menjadi malu ketika sejenak terkenang masa kecilku yang selalu success membuatnya marah. Sedangkan mamah selalu success membuat kakek dan nenek ku tersenyum. Rasa haru itupun melarutkan ku dalam rasa sedih karena teringat kondisi beliau sedang mengidap kanker. Penyakit yang akupun tidak tahu mengapa allah mengizinkan untuk singgah ditubuh mamahku.
Sepulangnya dari rumah sakit mamah terlihat senang karena bisa berada di tengah2 keluarga. Kehidupan ku pun berputar 180 drajat seketika. Aku yang dulu seorang aktvis yang jarang berada di kos dan selalu mengisi waktu untuk berdiskusi, konsolidasi, dan juga menjadi pembicara di beberapa tempat, sekarang hanya harus mengabdi dan melayani seluruh permintaan mamah. Tidak pernah aku membaca buku untuk menghadapi situasi yang seperti ini. Akupun mencoba mengembalikan semuanya kepada allah.
Pukul 01.00 AM
Grek,...!!!! pintu kamar terbuka, ayah dengan sigap mengatakan “aid kekamar, kanker mamah kumat” astaghfirullah. Segera aku lari dari kamar ku untuk menuju kamar mamah. Dengan tangisan yang sangat kencang, mamah berusaha menahan rasa sakit yang tak bisa diterima oleh logika. Ayahpun memegang ulu hati mamah sambil berdzikir dan meminta kepada allah agar rasa sakit mamah segera di hilangkan. Dengan iringan tangisan mamahpun berdoa “ya allah... jika engkau ingin mengambilku, ambilah aku ya allah, jangan biarkan hambamu sakit seperti ini ya allah”.
Akupun bingung harus berbuat apa, aku hanya bisa berdzikir dan berdoa “ya allah, ampunilah segala kesalahan mamahku, sembuhkanlah ia dan kembalikan ia seperti dulu lagi ya allah. Ya allah janganlah engkau siksa mamahku seperti ini ya allah”. Secara perlahan tangan ayah menuntunku untuk menyentuh ulu hati mamahku. “allahhuakbar” hati mamahku seperti bengkak dan sangat keras untuk disentuh. Ayah mencoba mengenalkan penyakit mamah kepadaku. Ternyata kanker mamah yang di hati jika sudah datang kumatnya maka akan keras seperti batok kelapa yang bengkak. Skali lagi aku hanya mampu berucap “astghfirullah, Penyakit apa ini?”. Tidak lama kemudian tangisan mamahpun berhenti, air mata yang tadi mengalir perlahan mulai kering. Dengan wajah yang sangat lesu dan lelah karena menahan rasa sakit kupandangi wajahnya. Wajah seorang wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya demi aku, demi seorang anak yang selalu membuatnya marah, seorang anak yang seringkali melawannya. Astghfirullah ampuni sgala kesalahan masa lalu ku ya allah.
Sayang sekali, aku lupa cara menangis. Aku bersedih namun aku tidak bisa menangis. Teringat dalam benakku hanya beberapa kali aku menangis dalam hidup ini, dan itu semua bisa dihitung oleh jari dalam 1 tangan. Perlahan mamah terlihat sudah mulai menembus alam bawah sadarnya dan menemui mimpi2 yang tak pernah aku ketahui. Akupun secara perlahan meninggalkan kamar mamah dengan sejuta tanda tanya. Mengapa allah memberikan ini semua kepada ku? Mengapa semua ini harus menimpa aku dan keluarga ku? Sejenak otak ku menjadi kerdil dan hampir menyalahkan allah. Aku hampir lupa kehidupan ini allah yang punya.
Langkahku tidak ku arahkan langsung ke kamarku, aku ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sejenak kutenangkan pikiran dan tubuhku dengan air wudhu yang ku ambil. Langkah kakipun segera menuju ruang tengah. Hampir semua anggota keluargaku telah tertidur tidak lama setelah kejadian itu. Sambil berusaha untuk tegar dan ikhlas menghadapi ini semua, tanganku menjemput sejadah dan perlengkapan sholat qw di kamar. Sebelum sholat aku hanya meminta kepada allah, “ya allah izinkan aku benar2 dekat dengamu dalam tahajud ku untuk mengadu hanya padamu”.
Allah mendengar permohnanku, sekejap setelah takbiratul ikhram pertama allah mengizinkan air mata ini keluar sebanyak banyaknya. Air mata paling banyak yang aku keluarkan selama hidupku, sampai2 mata ku sulit untuk melihat. Biarlah aku menangis sejadi-jadinya. Biarkanlah hati ini lega mengadu kepada sang pemilik kehidupan. Sepanjang sholat qw yang aku pinta ke pada yang Maha pengasih lagi Maha penyayang hanyalah “ya allah sembuhkanlah mamahku, kembalikan ia seperti dahulu kala. Ya allah izinkan membahagiakanya selalu ya allah”.
Mungkin itulah sholat malam qw yang paling lama yang pernah aku jalani selama hidup. Setelah selesai tahajud air matakupun terus menglair deras seperti pertama kali keluar. Dalam doa ku akupun meminta maav kepada allah, dan meminta agar Allah menguatkanlah hati dan memberikan ketabahan bagi aku dan keluargaku dalam menghadapi ini semua. Sebagai penutup terucap dalam doaku “ya allah kami hanyalah makhlukmu, makhluk yang kapanpun bisa kau ambil jika kau menginginkanya, namun ya allah, kembalikan kami semua pada mu dalam keadaan KHUSNUL KHOTIMAH, amien...” sejenak aq mencoba mengembalikan diri qw dari doa qw. Betapa nikmat sholat malam qw yang baru saja ku lakukan. Aku tahu di bulan suci ini ada sholat tarawih sebagai pengganti sholat malam, namun aku membutuhkan Allah untuk mengadu di malam itu.
Aktifitas qw selama 9 bulan tidak jauh dari rumah sakit. Satu hal yang sangat aku percayai ialah “dibalik keikhlasan ada kebahagiaan yang tek ternilai”. Siapa sangka kebahagiaan itu hadir melalui sms? Aku mendapat kabar bahwa tulisan ku akan di muat ke dalam JURNAL KONSTITUSI. Suatu prestasi besar bagiku aku bisa menulis sebuah jurnal. Jurnal Konstitusi ialah Jurnal yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum Konstitusi. Mendengar berita tersebut mamah yang sedang terbaring di rumah sakit sangat bahagia mendengarnya, wajahnya pun berninar2 dengan senyumnya yang tulus karena merasa berhasil mendidik anaknya sampai meraih gelar sarjana. Bukan cuma itu anaknya pun berhasil dalam hal menulis dan tulisan dari hasil skripsinya diterbitkan di Jurnal lembaga negara (Mahkamah Konstitusi).
Bisa di bayangkan seorang anak yang dahulunya hanya bisa membuat orang tua nya marah, seorang pemain bola kampung yang tidak pernah dilirik Timnas, seorang Rocker setengah matang yang suaranya selalu mengundang amarah orang, bisa memutar hidupnya sedemikian hingga menjadi anak yang sangat di banggakan oleh kedua orang tuanya. “Terimakasih ya Allah” hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan ditengah kebahagiaan yg ada.
Masih dalam keadaan sedih yang tetap tegar, allah kembali memberikanku ujian. Skali lagi akupun tidak tahu mengapa allah memberikannya kepadaku. 30 Oktober 2010, ialah tanggal bersejarah dalam hidup qw. Dahulu ayah ku yang hanya memberiku nama Zaid Mushafi di tanggal itu nama itupun aku tambahkan SH (sarjana hukum). Sebuah gelar akademis yang berhasil kuraih tanpa harus rajin masuk kelas kecuali ujian. Gelar yang ku raih dengan susah payah dan sambil berjuang di HMI serta bekerja untuk mencoba mencari nafkah dari hasil keringat sendiri.
Unjian allah kali ini menambah kesedihan hati yang belum lagi terobati, di saat-saat seluruh sarjana merayakan kebahagiaannya dengan keluarganya karena meraih gelar sarjana, mamahku terbaring lemas di Rumash Sakit RSPAD. Ayahku pun tak tega meninggalkan mamah dirumah sakit, yang akhirnya paman ku (kaka dari ayahku) bersama tanteku lah yang mendampinginaku menerima gelar yang aku nanti2kan.
Tidak berhenti disitu cobaan allah kepadaku, saat yang seharusnya menjadi waktu yang sangat membahagiakan bagiku pun harus tergantikan dengan rasa cemas karena tepat malam sebelum wisuda gunung merapi yang berjarak tidak jauh dari kampus tempat ku di wisuda pun meletus. Sepanjang perjalanan hujan abu mengiringi keberangkatanku, proses wisuda ku, serta sekembalinya aku dari kampus. Suasana wisuda berjalan kurang khidmat, karena semua terselimuti oleh rasa cemas dan takut akan meletusnya gunung merapi. Untuk yang kesekiankalinya aku tetap tidak mengerti, mengapa allah menempatkan aku pada posisi seperti ini. Akupun hanya bisa mengucapkan “astghfirullahhal’adzim” .
Proses penyembuhan KANKER yang di derita oleh mamah memakan waktu yang cukup lama, dalam satu bulan 5 bahkan sampai 15 atau 18 hari aku habiskan bersama mamah di rumah sakit. Sepulangnya aku dari jogja untuk mengikuti prosesi wisuda, aku langsung menemui mamahku di rumah sakit yang sedang tergeletak lemas tak berdaya. Melihat anaknya yang sudah bergelar SH datang, tangisan mamahku tak terbendung.
Sebuah tangis kebahagiaan akan keberhasilannya melihat anaknya telah di wisuda. Kuraih tangan mamahku lalu kucium tangannya, tangan yang telah dengan ikhlas membesarkan ku, mendidik ku hingga aku meraih gelar sarjana. Kucium pipi mamah sambil ku usap air matanya lalu kupeluk erat ia dalam pelukan kasih sayang. Terdengar lirih bisikan mamah yang mengucapkan doa “smoga aid menjadi sarjana yang bermanfaat bagi agama, amien”. Aku tak kuasa mendengar doa itu, tubuhku lemas namun aku kembali lupa, bagaimana caranya menangis.
Suasana itupun aku akhiri dengan menghibur mamah. “tenang-tenang,... walaupun mamah gak bisa hadir di wisuda aid, kita tetep bisa kok foto wisuda bareng”, mamah terdiam sambil melihat ku menurunkan tas. Dalam tatapan matanya, sejuta tanda tanya menghantui pikirannya. “Nih baju wisuda aid, aid bawa ke jakarta, jadi kita tinggal ke studio untuk foto bareng, hehehe,... nanti aid balikin lagi ke jogja bajunya, yang penting kita bisa foto bareng pake baju wisuda,he,...”. mamah pun tersenyum lebar, seolah2 lupa akan air mata yang baru saja mengalir dari matanya.
Lagi-lagi aku bersyukur dikaruniai pikiran yang cemerlang oleh allah, sehingga sesulit apapun situasinya, allah selalu mempermudah aku menemukan jalan keluarnya. Loogika ku sangat sederhana, kalo mamahku gak bisa di bawa ke jogja untuk mengikuti prosesi wisuda dan foto bareng dengan baju wisuda, biar bajunya saja yang aku bawa ke jakarta dan foto di jakarta. Selesaikan? (^_^)
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu. Aktivitasku tidak berubah menjadi pelayan mamah dan memenuhi segala permintaanya. Namun jujur harus kukatakan, memasuki bulan ke 5 aku mulai jenuh dan bosan. Tidak pernah dalam hidupku aku hanya berdiam diri di satu tempat dan hanya duduk termenung. Rasa jenuh itupun muncul dan mendorongku untuk bisa keluar rumah dan keinginan bermain itu muncul begitu hebat. Namun aku bukan malin kundang yang durhaka terhadap orang tua nya. Tidak mungkin aku izin meninggalkan mamah dengan alasan bermain atau hanya sekedar muter2 jalan. Akhirnya aku menemukan cara yang sangat perfect. Aku mencoba melamar kerja di beberapa tempat melalui internet. Setiap malam lamaran ku kirimkan dengan harapan mendapatkan panggilan.
Akhirnya panggilan itupun datang dari salah satu perusahaan kerjasama jepang dan australia. Akupun menceritakan kepada mamah mengenai panggilan tersebut, walhasil mamah sangat senang mendengar berita tersebut. Karena bagaimanapun juga orang tua jaman dulu pengennya anaknya itu cepat dapat kerja agar jika ditanya tetangga atau orang lain ia tidak gengsi, padahal aku sudah menegaskan aku tidak mau kerja sampe mamah benar2 sembuh, namun apa boleh buat. Aku hanya ingin menyenangkan mamah dan aku juga ingin keluar rumah setidaknya untuk naik motor jalan2. Persiapanku pun sangat rapih dengan kemeja berdasi serta sepatu Vantofel mengkilap aku berangkat meninggalkan rumah. Mamah pun tersenyum waktu melepas keberangkatanku.
Dari sekian banyak interview baik dari perusahaan ataupun Bank tidak ada satupun yang aku ikuti secara serius, sebatas hadir isi absen sambil2 cari tau bgaimana interview dunia kerja. Karena skali lagi, tujuanku bukan mencari kerja tapi bagaimana caranya bisa main dan keluar rumah tanpa harus menyinggung hati dan perasaan mamah *sampai mamah menghadap sang khalik mamah tidak tahu akan hal ini. Akupun merahasiakannya dengan ayah. Ayah telah membaca gerak gerik ku dan ia memahamiku sepenuhnya, aku jenuh. Namun aku tidak bermain ke mall atau nongkrong dan membuang-buang uang seperti itu, hiburan bagi aku cukup jalan2 naik motor muter2 jakarta dan siang pulang jika sudah waktu makan siang. Jadi tidak membuang banyak uang, hanya bermodal bensin saja.
Watak mamah sangatlah keras. Kerasnya watak mamahlah yang membantu mamah bertahan dari penyakit kanker. Dalam ilmu medis, seseorang yang terkena penyakit Kanker tidak bisa bertahan lama hidupnya, namun harus kembali kita ingat sebagai umat muslim. Kehidupan hanyalah milik allah. Innalillahiwainnailaihi Raaji’un (sesungguhnya semuanya adalah milik allah, dan kepadanya semua kembali). Dibulan-bulan terakhir kondisi mamah semakin melemah, penyakit kanker yang dideritanya seolah-olah seperti melawan dan terus melebarkan sayap serangan untuk menyerang mamahku. Meskipun demikian, mamah tidaklah menyerah. Mamah ingin melihat anak2nya semuanya sukses minimal sampai gelar s2.
Pernah dalam satu malam di ulan-bulan terakhir penyakit kanker mamah kembali kumat. Kali ini tidak main2. Bukan hanya di hati, melainkan di paru2 dan usus mamahpun ikut menyerang mamah secara bersamaan. Lebih menyedihkan lagi ialah karena ternyata kanker tersebut sudah merambat ke kepala, yang akhirnya membuat mamah tak berdaya untuk melawan penyakitnya. Disaat serangan itu kembali datang bersamaan. Dengan tangisan yang sangat keras mamah merintih kesakitan karena sudah tidak kuat lagi, akupun bingung harus berbuat apa, aku hanya bisa kembali berdoa kepada Allah SWT, smoga allah menyembuhkan mamah.
Sambil menangis dan berdoa mamah meminta maav kepada ayah, “ayah maafin mamah ya kalo selama ini kurang bisa menjadi istri yang sholehah, maav kalo mamah pernah menyakiti ayah, maavin mamah yah tolong ikhlasin mamah,.. inu, aid, enis maavin mamah ya, mamah udah galak dan sering menyakiti hati kalian, tolong maafin mamah ya”. Rasa sedihpun tak terbendung, namun aku tetap tidak bisa menangis hanya sedih mendalam yang kurasakan. “ayah, mamah ikhlas sama anak2 kita, mamah ridho atas susu yang udah diminum mereka minum dari mamah, mamah ikhlas, mamah ridha’. Ya allah saya sudah tidak kuat lagi ya allah”. Sambil terus mengusap ulu hati mamah dan memanjatkan doa kepada allah, akupun sudah lupa berapa kali alfatihah yang aku bacakan. Malam itu allah mendengar doa kami semua, dalam waktu tidak lama mamah kembali tenang dan sama sekali tidak merasakan sakit lagi akibat kankernya.
Dalam keadaan yang seperti itu aku merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa2. Aku merasa tidak berguna ketika mamah membutuhkan pertolongan. Bukankah mamah selalu hadir ketika aku membutuhkannya sewaktu kecil? Bukan kan mamah slalu bersedia melayaniku ketika aku menangis karena kehausan dan kelaparan di malam hari sewaktu kecil? Tapi sekarang, disaat mamah membutuhkan pertolongan, aku hanya bisa berdoa dan memohon tanpa bisa berbuat apa2. Semalam penuh ku isi malamku dengan mengutuk diri ku yang tak berguna ini dengan tetap berdoa smoga allah memberikan yang terbaik bagi kita semua.
Diluar dugaan kawan lama Irna menghubungi ku untuk minta bertemu. Akupun tak tahu mengapa aku menyanggupinya. Dulu kami sangatlah dekat, kami sering berbagi kisah yang kami alami. Tapi jangan berfikir aneh2 dulu, g ada yg special dari hubungan kita, just friend. Hoka-hoka bento Plasa Senen menjadi pilihan kami untuk bertemu di malam itu, tanpa ku duga ternyata ayahnya telah tiada. Ia menceritakan betapa menyesalnya ia disaat kepergian ayahnya. Singkat cerita ayahnya mengidap penyakit stroke yang membuatnya lumpuh. Karena lumpuh ayahnyapun tidak bisa kemana2 selain ditempat tidur, tidak terkecuali untuk buang air.
Pada suatu pagi tepatnya jam 06.00 ayahnya secara tidak sengaja menendang pispot yang berisi air seni ayahnya, otomatis seluruh kasur basah terkena air seni tersebut. Lepas dari kendali Irna sahabatku ini memarah-marahi ayah nya dengan cukup keras (mnrut cerita dia). Ayahnya minta maaf dengan nada pelan namun tidak di gubris. Setelah puas memarahi ayahnya Irna pun pergi kekampus untuk mengikuti sidang, ternyata allah berkehendak lain. Satu jam sebelum sidang irna dimulai kurang lebih jam 08.00 pagi Allah memanggil ayah Irna untuk kembali kepangkuannya. Tak kuasa mendapat berita seperti itu itu Irna menangis. Ia sangat menyesal karena telah memaki-maki ayahnya. Ternyata allah tidak memberi Irna kesempatan untuk mendampingi ayahnya memenuhi panggilan sang Khaliq.
Suasana makan pun berubah menjadi haru, aku cukup sedih mendengar cerita sahabatku yang satu ini. Sambil menangis dan perlahan berusaha mengusapkan air mata irna mengakhiri ceritanya. Akupun dalam posisi tambah bingung, karena aku tidak tahu apa yg harus diperbuat untuk menghadapi wanita yang sedang menangis dan bersedih di hadapan ku. Finally, aku hanya bisa berkata “smoga ayahmu khusnul khotimah, amien.” Suasana kembali seperti biasa, aku menanyakan gmana kabarnya dan keluarga begitu juga sebaliknya. Lagi-lagi 1 pertanyaan besar dalam otak ku,”mengapa allah mempertemukanku dengannya disaat kita sudah hampir 2 tahun tidak bertemu dan mengapa juga dia harus hadir dihadapanku dengan cerita seperti itu?”. Lamunan dari semua pertanyaanku membuatku lupa, banyak gadis cantique di mall yang mengharapkan lirikan ku namun aku acuhkan.

4 april 2010
Aku tidak pernah menyangka sedikitnpun, inilah saat2 terakhir kebersamaanku dan mamahku. Aktivitas ku dirumah sakit tidak jauh berbeda, baca buku, novel, dan yang pasti nonton sinetron FTV. Kisah cinta di sinetron ini sering membuatku ketawa sendiri dan kadang2 ditemani mamah kita tertawa bersama. Apalagi jika aktor yang bermainya adalah Vigo G bastian artis yang menurut ku -11 12 (walaupun aku yang -11 dan Vino 12 nya gpp lah) dengan ku ini slalu bisa mengundang tawa. Cerita sinetron FTV sangat alay, karena alay nya itulah aku tertawa. Di suatu malam mamah menanyakan kepadaku, “apa rencana aid kedepan?” aku sudah punya konsep hidup ku untuk kedepan, jadi itu bukan pertanyaan sulit bagiku. “insya allah setelah mamah sembuh aid mau kerja, dari uang hasil kerja itu aid mau S2, setelah S2 aid mau jadi dosen, karena dengan menjadi dosen insya allah mudah untuk mengambil S3. Mudah2an sebelum umur aid 40 aid sudah bisa menyelesaikan gelar doktor mah,amein”. Ternyata mamah punya satu permintaan, “les bhs inggris id, itu penting buat aid”. Kalimat itupun menjadi akhir obrolan kita, dan sejenak aku teringa ketika masa SMP.
Dulu mamah pernah memasukan ku ke sebuah kursus bahasa inggris ketika aku kelas 3. Tidak tanggung2 mamah membayar tempat les itu langsung 1 tahun disaat yang lain hanya bayar perbulan atau ikut sebulan. Aku teringat akan dosaku saat itu, aku hanya mengambil uang jajan dari mamah dan pergi ketempat les bukan untuk les, malinkan nongkrong bersama kawan2 di pinggir jalan sambil merokok, ngopi dan bercanda. Setiba nya waktu pulang akupun pulang agar nampak seperti habis berangkat les. Ingatan itu menemani malamku sebelum tidur. Ingatan itu juga yang membuat aku kembali memohon maaf kepada mamah dalam hati, kok bisa aku jadi anak dulu seperti itu? astghfirullah.
Malam berikutnya tidak berbeda dengan malam2 sebelumnya. Aku tetap setia nonton FTV. Jam setengah 2 malam tiba-tiba mamah terbangun, “aid, ambilin mamah minum dong sayang” akupun bergeas mengambilkannya minum. Setelah selai aku kembali duduk di kursi sebelah tempat tidurnya, tentu aku melanjutkan menonton FTV. Tanpa kusadari tangan mamah mendarat di kepala ku, namun kali ini pendaratanya berbeda ketika aku kecil dulu jika mamah sedang marah. Dulu jika mamah sedang marah efek dari pendaratan tangannya di kepala qw adalah rasa sakit dan terkadang agak benjol, namun tangan mamah malam ini mendarat mulus dengan penuh kasih sayang. Mamah membelai rambutku dari depan ke belakang.
Sebenarnya aku agak risih, aku takut kutu2 di rambutku berontak dan menyerang mamah. Tapi yasudahlah, aku diamkan apa yang mamah pengen lakukan dengan tangannya di kepala ku. Mamah sambil mengusap rambutku dan berdoa “ya allah bahagiakanlah anak ku ini, ia telah ikhlas mengurus hamba selama hamba sakit, ya allah berkahkanlah hidupnya, jadikanlah ia anak sholeh yang bermanfaat bagi agama, ridha’ dan doaku selalu menyertainya ya allah”. Aku terdiam, jantungku berhenti berdetak, aku tak tahu apa yang terjadi. Sedih, haru, senang, seolah semua membaur menjadi satu setelah aku mendengar doa dan ucapan mamahku. Pilu hatiku hanya mampu ku obati dengan doa.
9 bulan mengurus mamah di rumah sakit secara tidak langsung menjadikan aku dokter yang tidak pernah di sumpah atau dilantik. Jangankan disumpah atau dilantik, mengenakan jaz putih kebanggaan dokter ataupun calon dokter aku belum pernah. Sempat membuatku kesal melihat gaya anak2 kedokteran yang sedang koas di rumah sakit tersebut. Jika mereka sudah mengenakan jas putih dada mereka semua busung dan merasa berdada besar (gagah) sekalipun itu wanita yg memang kodratnya.
Pernah satu kesempatan aku sedang membeli jus dengan menggunakan celana levis dan kaos oblong putih sambil menunggu juz di dalam kanntin seorang wanita cukup cantiqe menepuk bahu ku, dengan penuh rasa tanya sekaligus ge-er aku tengok dia yang datang dari arah belakang. Dengan bibir manisnya dia mengatakan kepadaku “mas es teh dong dua gelas”. Dengan rasa kesal sekaligus kasihan aku katakan, maav mbak yang jualnya disana lagi baut jus. “aduh mas maav maav” untung aja cwe, kalo cwo gw kerjain PASTI.
Setibanya dari kantin yang sempat membuatku hampir ke ge-er’an dr Ruswandi baru saja dari kamar mengecek keadaan mamah. Tidak lama berselang seorang suster manis bernama Tika menemuiku dan mengatakan “mas dokter mau ngomong”. Ambil bercanda “aku pikir suster yang mau ngajak aku ngomong”he,... setibanya di tempat, dokter mengeluarkan hasil rongen mamah dan mengajariku cara melihat rongen dan mengatakan “mas Kanker di Paru-paru ibu sudah menyerang hampir seluru bagian paru2 ibu neh mas”. Akhir2 ini memang mamah kesulitan dalam bernafas, sehingga harus dibantu oleh oksigen. Namun berita dari dokter itu laksana sambaran petir yang menyerang aku seorang di siang hari. “berapa persentase fungsi paru2 mamah dok secara medis?” pertanyaan itu seketika keluar dari mulutku. “kalo secara medis saya memperkirakan fungsi paru2 ibu tinggal 20% lagi”. Ternyata petir tidak cukup mewakili keterkejutan ku atas berita ini, akupun mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.
Beberapa hari sebelum kepergian mamah, mamah seringkali memarahi ku. Apapun ksalahannya, baik yang diperbuat ataupun tidak, semua amarah dilampiaskannya kepadaku. Tubuhku sangatlah letih karena sepuluh hari terakhir aku hnya tidar tidak lebih dari 3 jam. Aku sudah capek, letih, jenuh, bosan di tambah harus dengar omelan dari mamah. Bukan Cuma itu, disaat2 terakhirpun aku yang membersihkan pampers mamah di kamar mandi. Bisa kalian bayangkan bgaimana kondisi ku saat itu. Tapi mamah seolah2 gak perduli denganku dan hanya ingi marah2 saja, apapun itu penyebabnya. Pernah di satu waktu siang saat aku ingin menyuapi mamahku aku mencoba menawarkan beberapa lauk yang ada di meja makan. Mamah dengan kasarnya mengatakan “jangan banyak omong lo...!!!” bisikan setanpun segera masuk dengan mulusnya ke otakku dan mengatakan “lemparkan saja meja makan itu”. Skali lagi allah melindungiku dengan satu kali istighfar. Teringat oleh ku kisah sahabatku Irna yang menyesali perbuatannya sesaat sebelum kepergiaan ayahnya. Dan cerita itupun menjadi pegangan ku untuk terus istiqomah merawat mamahku.

Rabu 13 April 2011
Tepat pukul 15.00 tante ku datang ke Rumah sakit. Melihat keadaan mamahku yang semakin tidak berdaya dan kondisi ku yang terlihat sangat kecapean. Tante mengajak ku pulang ke cililitan agar aku beristirahat. Karena tante qw tahu aku sangat kurang istirahat dan memang selalu aku yang menjaga mamah ku setelah aku pulang dari jogja. Akupun istrhat selama 2 jam di cililitan. Malam setelah maghrib aku kembali kerumah sakit dan ternyata mamah ku sudah tidak sadarkan diri lagi. Ditemani seluruh peralatan medis yang melekat pada tubuh mamah, mamah bernafas dibantu oksigen dengan tekanan lebih.
Hingga hari berikutnya, tak kuasa hatiku melihat itu semua. Melihat seorang wanita yang telah membawaku kemanapun selama 9bulan tanpa pernah mengeluh, wanita yang telah bertaruh nyawanya agar aku bisa menghirup udara segar, wanita yang telah menyusui dan membesarkanku hingga saat ini, Seorang wanita yang gagah mendampingiku disaat aku butuh perlindungan, seorang wanita yang telah mengikhlaskan air susunya untuk ku minum, wanita yang telah menuntunku untuk mengucapkan kalimat “laailahaillallah muhammadurrasulullah”, wanita yang telah menuntunku menganal kalimat-kalimat allah, wanita yang telah membekaliku dengan islam agar aku kelak menjadi anak sholeh dan bermanfaat bagi agama. Kini ia terbujur lemas takberdaya di atas kasur rumah sakit. Ya allah yang maha pengasih lagi maha penyayang aku mohon ya allah, sembuhkanlah mamah ku ya allah, angkatlah penyakitnya, kembalikan ia kepada kami seperti dulu, aku masih ingin melihatnya bahagia atas prestasi yang akan ku raih lagi Ya allah.
Kulihat kaki, tangan mamahku sudah mulai membiru. Kesedihanku semakin tak terbendung sekalipun aku tak kuasa untuk menangis.
Tepat pukul 15.30 ayah baru datang karena harus mengurus beberapa keperluan mamah. Melihat kondisi mamah yang sudah semakin tak berdaya, ayahpun memulai untuk membimbing mamah dengan kalimat “laailahaillallah muhammadurrasulullah” ditelinga mamah. Setelah hampir satu jam, kebetulan aku yang terakhir membimbing mamahku untuk mengucapkan syahadat sambil terus berdoa.Allah tidak menjawab doa ku juga doa seluruh keluargaku, allah punya rencana lain. Pukul 16.30 setelah hasil detak jantung keluar mamah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Suasana duka pun menyelimuti kami semua. Air mataku seolah olah banjir tak terbendung setelah mendengar kalimat “Innalillahi wainna ilaihi raaji’un” diucapkan oleh ayahku. Mamah pergi meninggalkan senyum yang indah di wajahnya, senyum sangat kukenal sejak aku kecil.

(Menurut cerita ayah ku, setelah aku mnuntun mamah syahadat dan ayah kembali ke telinga mamah ayah mengatakan “ya allah, kalo memang mamah sudah harus kembali kepada allah ayah ikhlas, ayah ridha ayah jaminkan surga buat mamah”. Tidak lama berselang setelah kalimat itu diucapkan mamahku menghembuskan nafas terakhirnya)

Saudaraku seiman, sayangilah orang tua kalian lebih dari kalian menyayangi diri kalian sendiri, terutama kepada ibu kalian. Karena tangisan kalian tiada berguna jika Allah SWT telah mengembalikan kedua orang tua kalian ke pangkuan nya. Smoga cerita ini menjadi pelajaran yang bermanfaat