Refomasi menjadi salah satu momen besejarah bangsa Indonesia, dimana saat reformasi tersebutlah rezim Soeharto yang telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun berkuasa di Negara republik Indonesia tumbang oleh rakyat Indonesia. Kekejaman rezim otoriter sudah tidak dapat dimaafkan lagi, namun sebuah pretasi yang sangat gemilang “Reformasi” berhasil menumbangkan rezim tersebut dengan pejuangan mahasiswa beserta rakyat, dan menghasilkan amandemen terhadap UUD 1945, dimana didalam UUD 1945 itulah mantan pesiden Suharto memiliki kekuatan. Reformasi 98 menjadi catatan sejarah, namun sangat disayangkan setelah Reformasi 98, kekuatan-kekuatan bengsa Indonesia tidak menjadi satu, melainkan semuanya sibuk untuk unjuk gigi dan menjadi pemimpin bangsa dengan keserakahanya. Inilah salah satu sebab kegagalan reformasi, reformasi yang semestinya menjadi kemenangan dan awal dari tegaknya hukum di Indonesia malah menyimpang menjadi awal kehancuran bagi bangsa Indonesia. Pada awal era Reformasi, muncul bebagai tuntutan reformasi yang didesakkan pada komponen bangsa.
Tuntutan itu antara lain :
1.Amandemen UUD 1945
2.Penghapusan Doktrin Dwi Fungsi ABRI
3.Penegakkan Supremasi Hukum, penghormatan HAM, serta pemberantasan KKN
4.Desentalisasi dan Hubungan yang adil antara pusat dan daerah
5.Mewujudkan kebebasan Pers
6.Mewujudkan kehidupan Demokrasi
Selama rezim ode baru, pelanggaran HAM menjadi suatu hal yang seharusnya dipertanggung jawabkan oleh rezim tersebut, namun betapa sulitnya mendapatkan orang yang seharusnya bertanggung jawab dalam pelanggaran HAM di Indonesia. Ini menjadi salah satu bukti, bahwasanya Reformasi yang telah diperjuangkan adalah reformasi setengah hati. Reformasi adalah suatu yang mahal dan banyak memakan korban didalam memperjuangkannya, namun sangat mudah elit politk mengklaim atas reformasi yang telah diperjuangkan bersama menjadi perjuangan individu. Tidak sedikit kasus HAM yang terjadi semasa rezim Suharto, dan masih banyak juga yang belum terselesaikan. Namun harus kita pahami secaa mendalam, apa penyebab pelanggaan-pelanggaran HAM yang terjadi di negra ini, dengan demikian kitapun akan dengan mudah menemukan jawabannya untuk menyelesakan kasus HAM tersebut. Saat ini HAM sudah menjadi pembahasan dunia Internasional, namun sebuah petanyaan menarik untuk kita kaji lebih mendalam, apakah PBB yang notabennya adalah oganisasi lintas negaa juga bisa ikut campur terhadap kasus-kasus HAM yang terjadi di berbagai negara anggotanya? Permasalahan HAM tentunya bukan permasalahan yang sepele, dapat kita jadikan sebuah patokan atau sebuah standar minimal terhadap penegakkan HAM di Indonesia ialah kasus tewasnya aktivis HAM MUNIR, yang sangat terkenal vokalnya didalam mengungkap kasus-kasus HAM yang ada di Indonesia.
Seandainya kasus munir bisa benar-benar terselesaikan, maka penegakkan HAM di Indonesia sudah ada kemajuan. Sulitnya menangkap serta menjebloskan oknum-oknum yang telah melakukan pelanggaran HAM ada banyak factor, yang diantaranya ialah faktor Politik. Disinilah betapa sulitnya mengungkap sebuah kebenaran tentang pelanggaran HAM, yang berbicara pada kali ini bukan siapa yang benar, melainkan siapa yang harus dilindungi, dan siapa yang dapat melindungi serta memberikan perlindungan, dan semua itu tidak ada yang gratis, artinya elit politik punya uang, oknum dalam pengadilan juga butuh uang, dan pada akhirnya semua hanya akan berakhir pada seberapa besar harga yang harus dibayar untuk menutup kasus ini. Lebih sangat naïf ketiika uang yang digunakan pun ialah uang rakyat.
Reformasi sudah menjadi awal yang baik untuk melakukan perubahan, agenda peubahan yang paling mendasar ialah melakukan reformasi Konstitusi, sebab perubahan kearah pembentukan system demokrasi hanya dimungkinkan apabila melalui oleh perubahan fundamental dalam aturan konstitusi yang memberikan dasar bagi agenda demokrasi lainnya. Reformasi dan perubahan konstitusi dipengaruhi oleh seberapa besar badan yang diberikan otoritas melakukan perubahan dan seberapa jauh kemauan badan anggota itu melakukan perubahan. Perubahan tidak bergantung pada norma perubahan saja, tetapi lebih ditentukan pada elit politik yang memiliki wewenang dan kekuasaan didalam menentukan kebijakan perubahan tersebut. Perubahan konstitusi harus didasarkan pada kebutuhan tentang perubahan tersebut, agar perubahan tersebut terarah dan mendapat hasil yang maksimal. Betapa pentingnya sebuah perubahan Konstiusi didalam menata kembali bangsa ini, jangan sampai kita sebagai negara Indonesia menyusul Negara Yugoslavia yang gagal membentuk Konstitusinya sesuai kebutuhannya. Namun betapa sangat disayangkan, Indonesia kehilangan momentum terbaik untuk menata ulang Negara ini
“Kegagalan Reformasi”.
Lembaga peradilan ialah sebuah harapan dari tegaknya hukum di Indonesia. Reformasi 98 juga berperan sangat penting didalam terjadinya revolusi di lembaga peradilan. Tidak tegaknya hukum di Indonesia tidak lain karena terjadinya praktik-praktik mafia peradilan itu sendiri, atau yang biasa disebut dengan Pelacuran di Lembaga Peradilan. Kebobrokan didalam dunia peradilan tentunya tidak dapat dipandang sebelah mata, ini adalah permasalahan serius yang harus di tangani segera mungkin demi tercapainya keadilan di Indonesia. Bebicara tentang lembaga peradilan tentunya kita akan berbicara siapa saja yang melakukan penegakkan hukum tesebut, hakin ialah salah satu dari ke-4 penegak hukum di Indonesia. Perilaku-perilaku hakim ialah harus memiliki Integritas yang tinggi, dan bukan sebagai orang yang dapat terbayar oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Akhir-akhir ini tidak jarang kita menemukan perilau hakim yang kurang berkenan dihadapan keadilan, ada bnayak factor mengapa ini sampai terjadi. Ada factor Internal, dan juga ada factor eksternal. Faktor Internal ialah, minimnya Integritas dan Loyalitas orang tersebut terhadap keadilan” Terbayar dirinya oleh hal yang bersifat duniawi” dan sangat kuangnya ilmu yang dimiliki oleh hakim tersebut. Factor eksternal ialah desakan kekuatan politik didalam membuat suatu kebijakan yang dimana didalam kebijakan tersebutlah tidak terdapat unsur keadilan didalam hukum yang ada di Indonesia atau yang lebih sering disebut degan penyunatan wewenang. Masih banyak lagi persoalan dilembaga peradilan yang harus segera diatasi untuk mencapai yang namanya keadilan,dan tentunya ini akan memakan waktu yang cukup lama serta dukungan yang riil dari seluruh pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar